KOPIAH HITAM DI BILIK KAMAR
Hukuman enam tahun empat bulan serta denda dua juta rupiah yang di foniskan pengadilan itu, membuat Baron hanya bisa tertunduk lesu, Ainun yang hadir dalam persidangan itu sempat menangis dan bersandar pada pundak ibunya yang renta. Belum lagi aksi protes dari pihak keluarga Baron membuat suasana sidang menjadi memanas, namun semua itu bisa di redam oleh pak ustad yang tak tak lain uwak'a Baron..
Selang dua hari, giliran Albert di sidang, setelah mendengar dari saksi dan dari bukti - bukti yang ada, serta kesepakatan untuk damai, akhirnya Albert di bebaskan tanpa syarat. Mendengar keputusan itu pak RT dan bu RT selaku orang tua Albert merasa senang dan puas, terlihat dari senyum yang menghiasi raut wajah mereka.
Sementara itu, tiga orang teman Baron mengalami nasib yang sama dengan Baron, hanya beda tahun dan beda bulan, sementara denda tetap sama atas apa yang di putuskan pada Baron
Kopiah Hitam Di Bilik Kamar
Sinar matahari di pagi ini begitu cerah, langit yang biru seakan jelas terlihat dari selip- selip pelepah daun kelapa. Belum lagi awan putih yang menebarkan uapnya menambah suasana alam menjadi indah. tapi sayang, semua itu tidak bisa membuat Ainun tersenyum, pikirannya hanya kepada sosok imam yang sempat tertunda, yang sekarang kedinginan di balik tembok yang beruji besi.
Kopiah Hitam Di Bilik Kamar
Sinar matahari di pagi ini begitu cerah, langit yang biru seakan jelas terlihat dari selip- selip pelepah daun kelapa. Belum lagi awan putih yang menebarkan uapnya menambah suasana alam menjadi indah. tapi sayang, semua itu tidak bisa membuat Ainun tersenyum, pikirannya hanya kepada sosok imam yang sempat tertunda, yang sekarang kedinginan di balik tembok yang beruji besi.
Semangat hidupnya hilang, bila ingat Baron, Ainun selalu termenung bahkan berjam - jam lamanya, dia benar - benar tertekan. samapi suatu ketika ia duduk di karatak sambil bersandar, beberapa kali ia dipanggilkan oleh ibunya, namun Ainun tidak mengubrik akan panggilan itu.
''Ternyata kamu di sini nak.'' tanya ibunya sambil mendekat
Lagi - lagi Ainun diam tanpa jawaban, berkali - kali ibunya menasehati tapi tidak pernah di tanggapi.
Sikap Ainun itu membuat cemas ibunya, selain jarang makan, Ainun pun jarang sekali sholat, tidak seperti Ainun sebelumnya yang tidak pernah tinggal lima waktu dari Tuhannya.
Kecemasan ibunya begitu dalam, sampai akhirnya dia jatuh sakit, sementara Ainun bingung dan bingung dengan nasib dan ujian yang menerpa dirinya.
Melihat situasi keluarga Ainun yang sangat tidak terawat, Akhirnya pak ustad menyuruh Vinna untuk tinggal di rumah Ainun. Vina yang masih enam belas tahun ini belum begitu paham akan mengurus orang yang sakit, belum lagi si Ainun yang sering marah - marah tanpa alasan.
Samapi suatu ketika, Vinna mendatangi rumah ustad untuk mengadu atas apa yang di alaminya serta perkembangan kesehatan Ainun dan ibunya. '' Saya tidak betah tinggal di sana Wak, saya mau pulang kepanti lagi saja, Mbak Ainun sering sekali marah terkadang teriak - teriak begitu, sementara ibunya semakin parah saja, obat yang uwak kasih kemaren sudah habis.'' cerita Vinna kepada pak ustad
''kamu yang sabarnya, dan kamu jangan menyerah begitu saja, uwak ngerti, nanti kamu akan di bantu sama istri saya,'' kata ustad dengan semangat sambil menunjuk istrinya yang sedari duduk di samping mereka.
Yang namanya hidup bermasyarakat, ada yang suka ada juga yang tidak suka, mereka warga yang tidak suka itu selalu mengunjing serta mencela atas apa yang menimpa Ainun, Ada yang bilang Ainun itu gila, defresi, bahkan ada juga yang bilang kalau Ainun itu menuntut ilmu keagamaan hingga tidak terbawa oleh dia sampai akhirnya dia seperti itu. ''mungkin dia menuntut ilmu semacam aliran begitu, katanya kan kalau kita tidak sanggup, kita akan gila atau stres.'' kata ibu - ibu itu yang sedang ngerumpi di warung bu Mina.
Lain dengan warga, lain juga dengan Albert, setelah kejadian itu, Alber sempat mengungsi ketempat saudaranya yang ada di Curup. Akan tetapi dia kembali lagi ke kota Bengkulu setelah mendengar informasi bahwa Ainun sakit. sebelumnya ia hanya memantau perkembangannya dari jauh, namun itu tak menyulutkan niatnya untuk kembali lagi ke Bengkulu.
Dengan menumpangi travel biru, Albert melaju ke kota Bengkulu. ia langsung menghentikan travel tepat di depan rumah Ainun, melihat pemandangan itu, serontak warga kaget dan bertanya - tanya, namun itu di abaikan oleh Albert. Tidak ada yang berubah, halaman rumah yang rindang akan ragam macam bunga, belum lagi jejeran pot bunga yang tertata rapi di beranda rumah, '' siapa yang merawat ini semua,'' gumam Albert dalam hati. Belum lagi menginjak ke anak tangga, tiba - tiba pintu terbuka, Vinna keluar dengan membawa ember yang isinya pakaian yang sudah di cuci untuk di jemur.
"Cari siapa ya bang?'' tanya Vinna ke Albert yang sebelumnya masih berdiri di luar.
''Saya nyari Ainun, apa dia ada?'' tanya Albert balik.
"Mbak Ainunnya ada di kamar, ada perlu apa ya, dan abang ini siapa?'' tanya Vinna kembali.
"Apa dia baik - baik saja, saya Albert, anak pak RT." jwab Albert sambil mengenalkan diri.
''Dan kamu siapa, mengapa ada di sini?'' tanya Albert balik.
''Saya Vinna, saya di pungt dari panti oleh pak Ustad, dan saya di minta untuk tinggal di sini." Jawab Vinna singkat.
Setelah percakapan itu berlangsung dan Albert pun di persilahkan duduk di kursi reyot yang ada pojok beranda.
''Tunggu sebentar ya bang, Saya panggil kan Mbak Ainunnya.'' kata Vinna sambil berlalu kedalam untuk menemui Ainun.
Di dalam kamar itu, Ainun yang melamun dengan pakaian yang kusut serta raut wajah yang kusam, membuat Vinna urungkan niatnya untuk menyampaikan prihal ada tamu. Sambil melihat keadaan ibunya Ainun, Vinna keluar menghampiri Albert.
''Maaf bang, sepertinya mbak Ainun sedang tidak bisa di ganggu.'' kata Vinna sambil sedih.
''Tidak apa - apa.. tapi, ceritanya Ainun sakit, apa iya?'' Tanya Albert penasaran.
''Iya bang. tapi saya tidak tahu pasti apa penyebabnya." cerita Vinna.
''ya, kalau begitu saya pamit, salam saja dengan Ainun dan ibunya, katakan dari Albert.'' pinta Albert sambil pamit pulang.
Sore itu terasa masih siang saja, matahari seakan enggan untuk tenggelam. Suasana rumah Ainun penuh dengan warga, lantaran sang ibu sakitnya semakin parah, sementara pak ustad mencoba mencari mobil untuk membawa ibu Ainun ke rumah sakit, tapi sayang tuhan berkata lain. Ibu ainun menghembuskan nafas terakhirnya di saat Ainun sang anak masih defresi. kesedihan dan ujian bagi Ainun semakin bertambah.
Bersambung_(dd)
Melihat situasi keluarga Ainun yang sangat tidak terawat, Akhirnya pak ustad menyuruh Vinna untuk tinggal di rumah Ainun. Vina yang masih enam belas tahun ini belum begitu paham akan mengurus orang yang sakit, belum lagi si Ainun yang sering marah - marah tanpa alasan.
Samapi suatu ketika, Vinna mendatangi rumah ustad untuk mengadu atas apa yang di alaminya serta perkembangan kesehatan Ainun dan ibunya. '' Saya tidak betah tinggal di sana Wak, saya mau pulang kepanti lagi saja, Mbak Ainun sering sekali marah terkadang teriak - teriak begitu, sementara ibunya semakin parah saja, obat yang uwak kasih kemaren sudah habis.'' cerita Vinna kepada pak ustad
''kamu yang sabarnya, dan kamu jangan menyerah begitu saja, uwak ngerti, nanti kamu akan di bantu sama istri saya,'' kata ustad dengan semangat sambil menunjuk istrinya yang sedari duduk di samping mereka.
Yang namanya hidup bermasyarakat, ada yang suka ada juga yang tidak suka, mereka warga yang tidak suka itu selalu mengunjing serta mencela atas apa yang menimpa Ainun, Ada yang bilang Ainun itu gila, defresi, bahkan ada juga yang bilang kalau Ainun itu menuntut ilmu keagamaan hingga tidak terbawa oleh dia sampai akhirnya dia seperti itu. ''mungkin dia menuntut ilmu semacam aliran begitu, katanya kan kalau kita tidak sanggup, kita akan gila atau stres.'' kata ibu - ibu itu yang sedang ngerumpi di warung bu Mina.
Lain dengan warga, lain juga dengan Albert, setelah kejadian itu, Alber sempat mengungsi ketempat saudaranya yang ada di Curup. Akan tetapi dia kembali lagi ke kota Bengkulu setelah mendengar informasi bahwa Ainun sakit. sebelumnya ia hanya memantau perkembangannya dari jauh, namun itu tak menyulutkan niatnya untuk kembali lagi ke Bengkulu.
Dengan menumpangi travel biru, Albert melaju ke kota Bengkulu. ia langsung menghentikan travel tepat di depan rumah Ainun, melihat pemandangan itu, serontak warga kaget dan bertanya - tanya, namun itu di abaikan oleh Albert. Tidak ada yang berubah, halaman rumah yang rindang akan ragam macam bunga, belum lagi jejeran pot bunga yang tertata rapi di beranda rumah, '' siapa yang merawat ini semua,'' gumam Albert dalam hati. Belum lagi menginjak ke anak tangga, tiba - tiba pintu terbuka, Vinna keluar dengan membawa ember yang isinya pakaian yang sudah di cuci untuk di jemur.
"Cari siapa ya bang?'' tanya Vinna ke Albert yang sebelumnya masih berdiri di luar.
''Saya nyari Ainun, apa dia ada?'' tanya Albert balik.
"Mbak Ainunnya ada di kamar, ada perlu apa ya, dan abang ini siapa?'' tanya Vinna kembali.
"Apa dia baik - baik saja, saya Albert, anak pak RT." jwab Albert sambil mengenalkan diri.
''Dan kamu siapa, mengapa ada di sini?'' tanya Albert balik.
''Saya Vinna, saya di pungt dari panti oleh pak Ustad, dan saya di minta untuk tinggal di sini." Jawab Vinna singkat.
Setelah percakapan itu berlangsung dan Albert pun di persilahkan duduk di kursi reyot yang ada pojok beranda.
''Tunggu sebentar ya bang, Saya panggil kan Mbak Ainunnya.'' kata Vinna sambil berlalu kedalam untuk menemui Ainun.
Di dalam kamar itu, Ainun yang melamun dengan pakaian yang kusut serta raut wajah yang kusam, membuat Vinna urungkan niatnya untuk menyampaikan prihal ada tamu. Sambil melihat keadaan ibunya Ainun, Vinna keluar menghampiri Albert.
''Maaf bang, sepertinya mbak Ainun sedang tidak bisa di ganggu.'' kata Vinna sambil sedih.
''Tidak apa - apa.. tapi, ceritanya Ainun sakit, apa iya?'' Tanya Albert penasaran.
''Iya bang. tapi saya tidak tahu pasti apa penyebabnya." cerita Vinna.
''ya, kalau begitu saya pamit, salam saja dengan Ainun dan ibunya, katakan dari Albert.'' pinta Albert sambil pamit pulang.
Sore itu terasa masih siang saja, matahari seakan enggan untuk tenggelam. Suasana rumah Ainun penuh dengan warga, lantaran sang ibu sakitnya semakin parah, sementara pak ustad mencoba mencari mobil untuk membawa ibu Ainun ke rumah sakit, tapi sayang tuhan berkata lain. Ibu ainun menghembuskan nafas terakhirnya di saat Ainun sang anak masih defresi. kesedihan dan ujian bagi Ainun semakin bertambah.
Bersambung_(dd)

0 komentar:
Posting Komentar