KOPIAH HITAM DI BILIK KAMAR.... TAMAT

KOPIAH HITAM DI BILIK KAMAR

Detakan jantung semakin berdetak, belum lagi rasa penasaran selalu membuat perasaan menduga-duga.

"Kenapa dan ada apa dengan Albert yang begitu sadis membunuh temannya itu, atau ada urusan pribadi, apa semua ini ada kaitannya dengan saya.. Aahhhhh tidak mungkin, tapi bila mungkin apa salah saya." Gumam Ainun yang merasa heran atas kejadian yang menimpa pada Dika.

Dilihatnya sekeliling ruangan. Tertuju matanya pada satu kopiah hitam, yang tergantung pada paku serta menempel pada dinding bambu yang mulai lapuk. Diambilnya dan sekali-kali ia bolak balikan dan ia bersihkan.
"Ya Allah, sebentar lagi imam ku pulang, dia bebas dari hukumannya," doa Ainun dalam hati
Karena asik melamun, penuh duka dan bahagia, rasa lelahpun menghantarkan ia tertidur pulas sambil mendekap kopiah.

Kopiah Hitam Di Bilik Kamar


Mentari menyinar terang ketukan pintu yang berkali-kali membuat Ainun terbangun dari tidurnya, ia melihat jam menunjukan pukul sembilan pagi.. "Astaga, saya kesiangan, saya kan harus kepengadilan," gumamnya sambil bergegas. "Maaf, saya kesiangan. Uwak sudah lama menunggu," kata nya ketika keluar melihat uwaknya dan lagi duduk di ruang tamu bersama Vinna. "Gak juga, maaf bila ketukan pintu tadi membuat Mbak terbangun," kilah Vinna seraya kebelakang. "Tidak juga, kalau begitu saya Mandi dulu ya Wak," "iya, jangan lama ya. Takutnya nanti kita terlambat," pinta uwaknya.


Sementara Ainun mandi, Vinna sibuak menyiapkan beberapa pakaian yang akan di bawa. Tidak terkecuali pakain untuk Ainun pakai nanti.. "Kamu lagi apa.?" Tanya Ainun yang melihat Vinna sibuk obrak-abrik lemarinya. "Iya, sudah mandinya. Ini saya lagi nyiapin pakaian,". "Saya mau kenakan pakaian pemberian Baron." Kata Ainun sambil membuka bungkusan. Dengan gemis dan jilbab yang Ainun kenakan, membuat Uwaknya berucap.."MasyaAllah, cantik sekali ponaan saya," dan Ainunpun merasa malu atas pujian itu, "bisa saja uwak mah,". Ayo, kita berangkat, keburu telat nanti.

Mereka meluncur dengan taksi sewaan, di jalan mereka melihat keramaian di rumah Albert, terparkir juga mobil polisi. Rasa penasaran itu ada, namun Ainun keburu tergesa-gesa mau kepengadilan..

Kegundahan dan keributan serta tangis yang menjadi-jadi terjadi di rumah Albert. " Anak bapak terpaksa kami bawa kekantor polisi, selain kasus pembunuhan, dia juga terkait kasus pengeroyokan beberapa tahun yang lalu, untuk proses lebih lanjut makanya kami bawa anak bapak." Kata polisi itu, sementara Albert gak mau keluar dari kamar hingga pintu kamarnya di dobrak paksa. Ibunya menangis histeris, sementara bapaknya diam tanpa kata..

Diruangan yang lumayan luas, penuh kursi yang berjajaran. Terlihat hakim dengan jubah kehakimannya, di sudut kiri Ainun melihat Baron tertunduk diam, tapi Ainun bisa merasakan senyum di balik wajahnya. Keputusan pun telah final, setelah palu kehakiman di tokok tiga kali "kami putuskan kebebasan terhadap Baron, atas bukti-bukti serta pertimbangan yang lain," kata ketua hakim..


Rasa haru membuat Ainun menitikan air matanya. Ia mendekap erat bibiknya. Merasa legak.. Apa lagi setelah Baron mendekati, Ainun segera tegak dan mengenakan kopiah yang ia bawa kekepalanya Baron, dipeluknya Baron, suami yang lama ia tunggu. Suami yang ia rindukan. Suami yang ia dambakan akan ketulusan cintanya..

Kopiah Hitam Di Bilik Kamar..



Sukaduka dalam ruangan persidangan itu menjadi hening dan penuh hikmat, Baron mengenakan baju koko putih dan kopiah hitam, Ainun yang mengenakan baju gemis pemberian Baron, menjadi pedoman warna yang serasi. "Saya jadi sedih bercampur bahagia," kata Vinna sambil ikut berpelukan pada Baron dan Ainun. "Memangnya kenapa," tanya Ainun sambul merangkul pundaknya Vinna. "Iya, sekarang kan Bang Baron sudah bebas, jadi Mbak ada teman di rumah, terus saya mesti kemana.?" Tanya Vinna sedih. "Kamu. Sudah saya anggap adik saya sendiri. Jadi kamu tetap dirumah juga." "Iya. Kamu salah satu keluarga kami, lagi pula rumah uwakan bisa juga di jadikan tempat tinggal," saut uwaknya. "Sudah,sekarang kita keluar dan pulang, pinta Bibiknya.

Di halaman gedung itu, mereka melihat sosok suami istri yang berdiri di gerbang. Dan sangat tidak asing bagi Baron."Ibu, bapak." Kata Baron, "mana.. Kamu bicara apa." Tanya Ainun. "Itu, mereka berdiri dekat gerbang." Tunjuk baron yang langsung menghampiri kedua orangtuanya.
"Maafkan kami nak, kami datang terlambat," "tidak apa-apa," kata Baron sambil memeluk kedua orang tuanya..
Begitupun Ainun, dia mendapat restu yang tulus dari mertuanya. Mereka hidup rukun dan penuh kebahagiaan.

Sementara Albert kini mendekam dipenjara, karena malu, orangtuanya Albert mundur dari jabatan ketua RT. Yang di ganti Baron, semua itu atas permintaan warganya..
Jadilah mantan preman menjadi ketua RT.



Tamat

penulis: Dodi Irianto
Facabook: Dhodhie84@ymail.com
email: Dodiirianto11@gmail.com
twetter:@dodiirianto

Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 komentar:

Posting Komentar