BENARKAH SUAMI MENANGGUNG DOSA ISTRI?



Bismillah
Asalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

BENARKAH SUAMI MENANGGUNG DOSA ISTRI?
Di sosial media sampai kini masih banyak tersebar tulisan sebagai berikut:
''Aku terima nikahnya si dia binti ayah si dia dengan Mas Kawinnya...'' Singkat, padat dan jelas. 
Tapi tahukah makna "perjanjian/ikrar'' tersebut.?
''Maka aku tanggung dosa-dosanya si dia dari ayah dan ibunya, dosa apa saja yang telah dia lakukan, dari tidak menutup aurat hingga ia meninggalkan sholat. Semua yang berhubungan dengan si dia, aku tanggung dan bukan lagi orang tuanya yang menanggung, serta akan aku tanggung semua dosa calon anak-anakku''.
...Jika aku GAGAL?
''Maka aku adalah suami yang fasik, ingkar dan aku rela masuk neraka, aku rela malaikat menyiksaku hingga hancur tubuhku'' (HR. Muslim). Benarkah hadits ini??


JAWABAN 1
Bismillahirrahmanirrahim,
Saya mencoba merujuk kitab Shahih Muslim untuk menemukan penjelasan yang Anda sebutkan, tetapi saya tidak berhasil menemukannya. Bisa jadi kutipan itu salah, sangat besar kemungkinannya bukan bersumber dari hadits. Salah satu indikasinya adalah bahwa isinya tidak sejalan dengan tuntunan Al-Qur’an. Al-Qur’an menginformasian kepada kita bahwa "Seseorang tidak menanggung dosa orang lain." Seorang ayah atau ibu tidak menanggung dosa anaknya, suami tidak menanggung dosa istrinya, istri tidak menanggung dosa suaminya. Masing-masing menanggung dosanya sendiri-sendiri. Ini kita pahami dari firman Allah SWT: (Yaitu) bahwa seseorang yang berdosa tidak memikul dosa orang lain, dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang sudah ia usahakannya. (QS an-Najm [53]: 38-39). Makna serupa juga kita dapatkan dalam QS Al-An‘âm [6] ayat 164, Al-Isrâ’ [17] ayat 15, Fâthir [35]: 18, dan Az-Zumar [39]: 7.

Bahwa seorang suami berdosa apabila istrinya melakukan maksiat, memang, tetapi dosa itu bukanlah menanggung dosa kemaksiatan yang dilakukan oleh istrinya, tetapi lebih karena suami tidak membimbing dan mengarahkannya ke arah yang benar. Jika seorang suami sudah menasehati, sudah mengajarkan dasar-dasar agama, sudah pula melarang agar tidak berbuat maksiat, lalu sang istri tetap melakukan maksiat di luar pengetahuan suami, tentu dalam hal ini suami tidak berdosa. Dosa sepenuhnya menjadi beban istri.

Dari situ dapat kita katakan misalnya dosa selingkuh yang dilakukan oleh seorang istri tanpa sepengetahuan suami menjadi tanggung jawab penuh sang istri. Tidak ditanggung oleh suaminya.
Namun demikian, seseorang dinilai ikut bertanggung jawab dan berdosa atas perbuatan buruk orang lain kalau dia mempunyai peran dalam perbuatan itu. Ketika ada orang meminta kepada kita untuk diantar ke rumah pelacur untuk berzina, misalnya, lalu kita mengantarnya, kita ikut berdosa. Dosa kita itu bukan karena zina yang dilakukan oleh orang tadi, tetapi karena kita berperan atau mempunyai andil membuat dia pergi ke tempat itu. (Pada saat itu kita bisa memilih untuk mengantar atau tidak mengantarnya. Pilihan kita untuk mengantarnya itu yang membuat kita berdosa).
Maka jika suami mengetahui dan membiarkan istrinya berselingkuh, maka suami juga ikut berdosa. Dosa suami itu bukan akibat perbuatan selingkuh sang istri, tetapi karena sang suami membiarkan istri yang menjadi tanggung jawabnya melakukan maksiat.(**)
Wallahu a'lam
(Dijawab oleh: M. Arifin - Dewan Pakar Pusat Studi Al-Qur'an)


Dosa yang dibebankan oleh Allah pd seorang imam itu, apabila imam itu tidak mencontohkan yang baik pada ma'mumnya... kita jangan sempit cara menilai dosa-dosa itu, ada suami yang dayus (suami yang tidak mendengar bau surga) yaitu suami yang membiarkan istrinya, tidak shalat, tidak puasa, tidak menutup aurat, membiarkan istri dimuka umum tanpa hijab... Klo masalah perselingkuhan itu, tidak trmasuk dalam konteks sang suami... Arrijalu qawwamu alannisa, jika laki-laki memimpin dengan benar Insyaallah keluarga akan baik.

JAWAB 2
Setelah saya baca BM ini Dari awal hingga akhir, tampak jelas bagi kita bhwa lafazh kalimat-kalimat yang tercantum di dalamnya bukanlah hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam. Dan saya menduga, yang menyusunnya dan menisbatkannya kepada imam Muslim secara dusta adalah orang-orang yang iseng dan PENDUSTA.
Lafadz tersebut diatas bukan hadits, dan tidak ada di kitab Shahih Muslim.
Wallahu a'lam
Allahul musta'an.
(Dijawab oleh: Ust. Muhammad Wasitho Abu Fawaz )
Semoga bermanfaat 
FB: Mengenal Ilmu Tauhid_Samudro Heri

smile emotikon
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 komentar:

Posting Komentar